Saat-saat yang Ditekankan untuk Mengucapkan: Alhamdulillah

Seorang muslim dituntut untuk memuji Allah Subhanallahu wa Ta’ala setiap waktu. Akan tetapi ada waktu-waktu tertentu dan keadaan-keadaan khusus di mana seorang hamba lebih ditekankan untuk memuji-Nya. Berikut adalah penjelasannya.:

• Di antaranya adalah memuji Allah tatkala selesai makan dan minum. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang halal yang Kami berikan kepada kalian, dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (Al-Baqarah: 172)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla meridhai hamba yang makan lalu memuji-Nya atas makannya, dan minum lalu memuji-Nya atas minumnya.” (HR. Muslim dari Shahih-nya no. 2734 dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

• Di antara tempat memuji Allah adalah di dalam shalat, terlebih lagi ketika bangkit dari ruku’.
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-Nya, dari Rifa’ah bin Rafi’ Az-Zuraqi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Kami shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau mengucapkan:

“Sami’ Allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya).”

Seorang lelaki di belakang beliau mengucapkan:

“Rabbanalakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiih (Ya Rabb kami, bagi-Mulah segala puji, pujian yang banyak, baik dan diberkahi.”

Selesai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya: “Siapakah yang berkata tadi?” Lelaki itu menjawab: “Saya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh aku melihat 30 lebih malaikat saling memperebutkan ucapan tadi, siapa di antara mereka yang pertama kali mencatatnya.” (Shahih Al-Bukhari no. 799)

• Di antara tempat yang ditekankan untuk memuji Allah padanya adalah ketika memulai khutbah, pelajaran, menulis buku, dan yang semacam itu.
Ahlus Sunan (penulis kitab Sunan yang empat) meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengajarkan khutbatul hajah kepada kami, yaitu:

“Sesungguhnya segala pujian hanyalah milik Allah. Kami meminta pertolongan dan meminta ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan dari keburukan amal-amal kami. Barangsiapa ditunjuki Allah, maka tidak ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka tidak ada yang dapat menunjukinya.” (Sunan An-Nasa’i 6/89, Sunan At-Tirmidzi no. 1105, Sunan Abi Dawud no. 2118, Sunan Ibni Majah no. 1892. Lihat takhrij hadits ini dan pembicaraan tentangnya dalam Khuthbatul Hajah karya Al-Albani rahimahullahu)

Disunnahkan memulai dengan khutbatul Hajah ini ketika mengajari manusia dan berkhutbah, baik khutbah nikah, khutbah Jum’at, atau yang selainnya.

• Disunnahkan juga mengucapkan alhamdulillah ketika mendapatkan kenikmatan atau hilangnya hal yang tidak disukai, baik yang mengalaminya adalah orang yang mengucapkannya, kerabatnya, temannya, ataupun kaum muslimin.
Al-Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada malam Isra’, dibawakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dua gelas berisi khamr (minuman keras) dan susu. Beliau melihat keduanya lalu mengambil susu. Berkatalah malaikat Jibril ‘alaihis salam kepada beliau:

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjukimu terhadap fitrah. Kalau kamu mengambil khamr, pasti umatmu sesat semuanya.” (Shahih Muslim no. 168)

• Ditekankan mengucapkan alhamdulillah jika seseorang bersin.
Bersin merupakan salah satu nikmat Allah yang amat besar kepada para hamba-Nya. Sebab dengan bersin, hilanglah sesuatu yang tertahan di dalam hidung, yang jika tidak keluar dapat menyebabkan gangguan atau berbahaya bagi seseorang. Sehingga sangat ditekankan bagi seseorang untuk memuji Allah atas nikmat ini. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda:

“Bila salah seorang dari kalian bersin, maka hendaklah dia mengucapkan ‘Alhamdulillah’. Saudaranya atau temannya hendaknya mengucapkan kepadanya: ‘Yarhamukallah’ (Semoga Allah merahmatimu). Bila saudaranya mengatakan kepadanya ‘Yarhamukallah’, maka hendaknya dia mengucapkan: ‘Yahdikumullah wa yushlihu balakum’ (Semoga Allah menunjuki kalian dan memperbaiki keadaan kalian).” (Shahih Al-Bukhari no. 6224)

• Disunnahkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan alhamdulillah bila melihat orang lain diuji dengan penyakit atau yang semisalnya.
Disebutkan dalam Sunan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda:

“Barangsiapa melihat seseorang yang tertimpa musibah, lalu mia mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang melindungiku dari apa yang Dia timpakan kepadamu dan melebihkan aku dari kebanyakan makhluk’, niscaya dia tidak akan terkena musibah itu.” (Sunan At-Tirmidzi no. 3432, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6248)

• Seorang muslim hendaknya memuji Allah pada waktu senang maupun susah, sempit maupun lapang, dan dalam seluruh keadaan.
Ibnu Majah meriwayatkan dalam Sunan-nya dan Al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam, dia berkata:

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bila melihat apa yang beliau sukai, beliau mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan’. Dan bila melihat sesuatu yang beliau benci, beliau mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah dalam seluruh keadaan’.” (Sunan Ibni Majah no. 3803, Al-Mustadrak 1/499, dan dishahihkan oleh Al-‘Allamah Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4727)

Itulah sebagian tempat yang sangat ditekankan untuk memuji Allah padanya berdasarkan dalil As-Sunnah. Maka segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, dan diberkahi sebagaimana yang dicintai dan diridhai Rabb kita, pujian yang tidak terputus dan tidak fana, sebanyak pujian orang-orang yang memuji-Nya dan sebanyak kelalaian orang-orang yang lalai dari mengingat-Nya.

Diringkas dari: Tafsir Tasbih, Tahmid, Takbir, Tahlil & Doa karya Asy-Syaikh Abdurrazzaq Al-‘Abbad (penerjemah: M. Hamdani), penerbit: Pustaka Ar-Rayyan, hal. 300-307.

About Fadhl Ihsan

Silakan temukan saya di http://facebook.com/fadhl.ihsan

Posted on 27/04/2011, in Uncategorized and tagged , . Bookmark the permalink. 1 Komentar.

  1. Subhanallah

Tinggalkan komentar