Mengapa Al-Qur’an Diturunkan Dalam Bahasa Arab?

Tanya: Ada mahasiswa yang bertanya, mengapa Allah turunkan al-Quran dengan bahasa arab? Bukankah ketika itu banyak bahasa lain. Apa sisi istimewanya bahasa arab? (Acong..)

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Tidak salah jika kita awali dengan menelusuri latar belakang pertanyaan ini. Kita bisa menangkap, ada dua kemungkinan latar belakang ketika orang mempertanyakan, mengapa Allah menurunkan al-Quran dengan bahasa arab?

Dua kemungkinan itu bisa jadi terpuji, atau sebaliknya, bisa jadi sangat tercela. Dan itu bukan hal yang aneh. Terkadang ada satu perbuatan yang memiliki nilai berkebalikan, kembali kepada niat pelakunya.

Sebagai contoh, mengambil barang temuan. Jika dia mengambil untuk dikembalikan ke pemiliknya, statusnya al-amin (orang yang amanah). Sehingga ketika barang ini rusak di luar keteledorannya, dia tidak wajib ganti rugi. Sebaliknya, ketika dia mengambil dengan tujuan untuk memilikinya, statusnya al-Ghasib (orang yang merampas). Dia berdosa dan jika barang ini rusak di tangannya, wajib ganti rugi.

Kita kembali kepada pertanyaan di atas. Ada dua kemungkinan yang melatar belakangi pertanyaan ini,

Pertama, dalam rangka mempertanyakan dan ‘menggugat’, mengapa Allah memilih bahasa arab untuk al-Quran. Apa istimewanya orang arab, sampai bahasanya digunakan untuk al-Quran?

Kedua, dalam rangka menggali hikmah, mengapa Allah memilih bahasa arab untuk kitab terakhirnya. Sehingga dengan memahami ini, kita akan semakin cinta dengan bahasa arab yang menjadi bahasa al-Quran. Dan tentu saja, ini tujuan mulia. Menggali hikmah yang bisa dijangkau manusia, agar semakin cinta dengan Dzat Yang Maha Hikmah.

Menggugat Entitas Bahasa Arab

Bagi sebagian orang yang sentimen dengan semua yang berbau ‘arab’, keberadaan al-Quran yang berbahasa arab, menjadi masalah besar baginya. Bahkan bahasa arab, dijadikan celah untuk menggugat keotentikan al-Quran. Terutama kelompok liberal yang selalu menjadi masalah di masyarakat. Mereka melakukan upaya yang dikenal dengan desakralisasi al-Quran.

Propaganda untuk meragukan kesucian al-Quran. Salah satunya, sebuah tesis yang diterbitkan UIN suka 2004, yang berjudul Menggugat Otentisitas (keotentikan) Wahyu Tuhan. Penulis dengan terang-terangan menolak kesucian al-Quran.

Di tahun 2011, penulis menerbitkan buku dengan judul, Arah Baru Studi Ulum Al-Quran: Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya. Di buku inilah, penulis dengan terang-terangan menegaskan bahwa al-Quran yang ada di tangan kaum muslimin, sudah tidak lagi otentik. Alasan utamanya, karena al-Quran berbahasa arab.

Kita bisa simak kutipan pernyataannya,

“Wahyu sebagai pesan otentiks Tuhan masih memuat keseluruhan pesan Tuhan. Al-Qur’an sebagai wujud konkret pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab oral memuat kira-kira sekitar 50 persen pesan Tuhan. Dan Mushaf Usmani sebagai wujud konkret pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab tulis hanya memuat kira-kira tiga puluh persen pesan Tuhan. Jika selama menjadi wahyu masih memuat keseluruhan pesan Tuhan, tidak demikian halnya ketika telah menjadi Al-Quran dan Mushaf Usmani. (hlm.vii).

Dia juga menuliskan,

”Ketika pesan Tuhan diwadahkan ke dalam bahasa Arab itu, maka Muhammad sebagai agen tunggal Tuhan yang juga sebagai masyarakat Arab, memilih lafaz dan makna tertentu yang mampu memuat dua pesan, yakni pesan Tuhan dan pesan masyarakat Arab sebagai pemilik bahasa Arab.” (hlm. viii)

Dengan membaca sekali, siapapun akan menilai bahwa sejatinya orang ini telah menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta. Karena ada 50% pesan wahyu yang hilang, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan al-Quran kepada para sahabat. Padahal Allah telah menegaskan di surat an-Najm,

ﻭَﻣَﺎ ﻳَﻨْﻄِﻖُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻬَﻮَﻯ ) ( ﺇِﻥْ ﻫُﻮَ ﺇِﻟَّﺎ‎ ‎ﻭَﺣْﻲٌ ﻳُﻮﺣَﻰ

“Muhammad tidaklah berbicara berdasarkan hawa nafsunya. Semua itu adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3–4)

Mereka juga menuduh sahabat Utsman, yang menyatukan al-Quran dengan bahasa Quraisy. Hingga mereka menganggap bahwa al-Quran adalah alat untuk mewujudkan hegemoni Quraisy bagi dunia. Dalam salah satu jurnal yang diterbitkan IAIN Semarang th. 2003, di pengantar redaksinya ditegaskan: ”Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”

Sebenarnya tidak jauh jika kita menyebut mereka telah mendustakan firman Allah, yang menyatakan bahwa Allah menjaga al-Quran yang Dia turunkan,

ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺤْﻦُ ﻧَﺰَّﻟْﻨَﺎ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻪُ ﻟَﺤَﺎﻓِﻈُﻮﻥَ

“Akulah yang menurunkan al-Qur’an dan Aku sendiri yang akan menjaganya.” (QS. al-Hijr: 9)

Dan bagi kita tidak aneh, ketika pemikiran nyeleneh semacam ini muncul di universitas yang merupakan kantong liberal. Barangkali akan sangat memeras tenaga jika kita harus mencurahkan banyak pikiran untuk membantahnya. Siapapun anda, bisa membantahnya dengan logika yang sangat sederhana.

Kita semua mengakui, ketika al-Quran diturunkan, tentu ada banyak bahasa yang digunakan manusia. Ada bahasa arab, ada bahasa persi, bahasa romawi, di belahan timur ada bahasa cina, dst.

Satu pertanyaan, dengan bahasa yang mana, yang seharusnya digunakan al-Quran, agar kitab ini sesuai dengan selera penggemar liberal yang anti bahasa arab?

Berdasarkan prinsip di atas, apapun bahasa yang digunakan al-Quran, tidak akan lepas dari kritikan para liberal itu. Karena pada dasarnya, inti dari kritikan itu bukan di bahasanya, tapi karena ini kebenaran. Dan mereka dihadirkan, untuk memerangi kebenaran.

Hikmah al-Quran Diturunkan Berbahasa Arab

Selanjutnya kita akan membahas pertanyaan kedua, apa hikmah Allah menurunkan al-Quran berbahasa arab? Berangkat dari sini, kita akan menggali sisi keistimewaan bahasa arab, sehingga Allah memilihnya sebagai bahasa al-Quran.

Sebelum melihat sisi keistimewaan bahasa arab, satu hal penting yang perlu kita tanamkan, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dan Allah yang paling berhak untuk memilih siapa diantara makhluknya yang memiliki keunggulan melebihi yang lain. Ada milyaran manusia. Tentu saja, derajat mereka tidak sama. Allah berhak memilih, siapa diantara mereka yang berhak menjadi nabi dan rasul. Ada ribuan bahasa di alam ini, dan Allah berhak memilih bahasa mana yang paling layak untuk kitab-Nya. Kita yang hanya berposisi sebagai hamba, hanya bisa menerima, dan tentu saja sama sekali tidak berhak mengkritik.

Semacam ini Allah ajarkan dalam firman-Nya,

ﻭَﺭَﺑُّﻚَ ﻳَﺨْﻠُﻖُ ﻣَﺎ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻭَﻳَﺨْﺘَﺎﺭُ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻬُﻢُ‏‎ ‎ﺍﻟْﺨِﻴَﺮَﺓُ

“Tuhanmu menciptakan apa saja yang Dia kehendaki dan Dia memilih (sesuai yang Dia kehendaki). Mereka tidak bisa menentukan pilihan.” (QS. al-Qashas: 68)

Karena itu, alur berfikir yang benar terkait realita al-Quran, bukan bertanya, apa kelebihan bahasa arab, sehingga Allah memilihnya untuk bahasa al-Quran. Akan tetapi, cara berfikir yang tepat, bahwa dengan Allah memilih bahasa arab sebagai bahasa al-Quran, itu sudah sangat cukup untuk menjadi dasar yang menunjukkan bahasa arab memiliki banyak kelebihan.

Kelebihan Bahasa Arab

Allah menyebut bahasa arab dengan bahasa yang al-Mubin, yang artinya bahasa yang bisa menjelaskan. Allah berfirman,

ﺑِﻠِﺴَﺎﻥٍ ﻋَﺮَﺑِﻲٍّ ﻣُﺒِﻴﻦٍ

“Al-Quran itu turun dengan bahasa arab yang mubin.” (QS. as-Syu’ara: 195)

Ibnu Faris (w. 395) –salah satu ulama bahasa– menyatakan,

ﻓﻠﻤﺎ ﺧَﺺَّ – ﺟﻞ ﺛﻨﺎﺅﻩ – ﺍﻟﻠﺴﺎﻥَ ﺍﻟﻌﺮﺑﻲَّ‏‎ ‎ﺑﺎﻟﺒﻴﺎﻥِ، ﻋُﻠِﻢَ ﺃﻥ ﺳﺎﺋﺮ ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﻗﺎﺻﺮﺓٌ‏‎ ‎ﻋﻨﻪ، ﻭﻭﺍﻗﻌﺔ ﺩﻭﻧﻪ

Ketika Allah Ta’ala memilih bahasa arab untuk menjelaskan (firman-Nya), menunjukkan bahwa bahasa-bahasa yang lainnya, kemampuan dan tingkatannya di bawah bahasa arab. (as-Shahibi fi Fiqh al-Lughah, 1/4)

Diantara sisi penunjangnya, bahasa arab merupakan bahasa yang sangat tua dan terjaga. Dan semakin tua sebuah bahasa, akan semakin kaya dengan kosakata, semakin sempurna gramatikalnya dan banyak simbol-simbol makna.

As-Suyuthi memuji kekayaan linguistik dalam bahasa arab

ﻷﻧَّﺎ ﻟﻮ ﺍﺣﺘﺠﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺃﻥْ ﻧﻌﺒﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﺴﻴﻒِ‏‎ ‎ﻭﺃﻭﺻﺎﻓﻪ ﺑﺎﻟﻠﻐﺔِ ﺍﻟﻔﺎﺭﺳﻴﺔ، ﻟﻤﺎ ﺃﻣﻜﻨﻨﺎ‎ ‎ﺫﻟﻚ ﺇﻻ ﺑﺎﺳﻢٍ ﻭﺍﺣﺪ؛ ﻭﻧﺤﻦ ﻧﺬﻛﺮُ ﻟﻠﺴﻴﻒِ‏‎ ‎ﺑﺎﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﺻﻔﺎﺕٍ ﻛﺜﻴﺮﺓ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺍﻷﺳﺪ‎ ‎ﻭﺍﻟﻔﺮﺱ ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻣﻦ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀِ‏‎ ‎ﺍﻟﻤﺴﻤﻴﺎﺕ ﺑﺎﻷﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﻤﺘﺮﺍﺩﻓﺔ، ﻓﺄﻳﻦ‎ ‎ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺫﺍﻙ؟! ﻭﺃﻳﻦ ﺳﺎﺋﺮُ ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﻣﻦ‎ ‎ﺍﻟﺴَّﻌﺔِ ﻣﺎ ﻟﻠﻐﺔِ ﺍﻟﻌﺮﺏ؟! ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻻ ﺧﻔﺎﺀَ‏‎ ‎ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺫﻱ ﻧُﻬﻴﺔ

Ketika kita hendak mengungkapkan kata pedang dengan bahasa persi, kita tidak akan bisa menceritakannya kecuali hanya dengan satu kata. Sementara kita bisa menyebut kata ‘pedang’ berikut sifat-sifatnya dengan banyak ungkapan dalam bahasa arab. Demikian pula kata ‘singa’ dan ‘kuda’ atau kata lainnya yang memiliki banyak sinonim.

Sehingga bagaimana mungkin dua bahasa ini mau dibandingkan?! Bahasa mana yang lebih luas dari pada bahasa arab?! Semua orang yang berilmu mengetahuinya. (al-Mazhar fi Ulum al-Lughah, 1/254)

Syiar Islam dan Kunci Memahami Syariat

Mengingat Al-Quran berbahasa arab, hadits berbahasa arab, khazanah Islam yang menjadi karangan para ulama berbahasa arab, maka bahasa arab menjadi kunci untuk memahami itu semua. Karena itulah, para sahabat menekankan agar umat Islam berusaha memahami bahasa arab.

Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu pernah berpesan,

ﺗﻌﻠَّﻤﻮﺍ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔَ؛ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﺩﻳﻨِﻜﻢ

“Pelajarilah bahasa arab, karena bahasa ini bagian dari agama kalian.” (Idhah al-Waqf, Ibnul Anbari, 1/31)

Umar juga pernah memerintahkan gubernurnya, Abu Musa al-Asy’ari untuk mengajarkan bahasa arab kepada penduduk Iraq,

ﺃﻣَّﺎ ﺑﻌﺪ، ﻓﺘﻔﻘﻬﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔِ، ﻭﺗﻔﻘﻬﻮﺍ‎ ‎ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ، ﻭﺃَﻋْﺮِﺑُﻮﺍ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥَ ﻓﺈﻧﻪ ﻋﺮﺑﻲ

‎“Pelajarilah sunah dan pelajarilah bahasa arab. Pahami al-Quran dengan bahasa arab. Karena kitab ini berbahasa arab.” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 30534)

Ada jutaan karya ulama yang semuanya berbahasa arab dan belum diterjemahkan. Tidak mungkin anda menunggu terjemahannya untuk bisa anda baca. Bahkan ribuan kitab itu, tidak mungkin diterjemahkan. Karena karya semacam ini, bukan konsumsi mereka yang tidak paham bahasa arab.

Syaikhul Islam menjelaskan,

ﺇﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﻛﺘﺎﺑَﻪ ﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻌﺮﺑﻲ،‏‎ ‎ﻭﺟﻌﻞ ﺭﺳﻮﻟَﻪ ﻣﺒﻠﻐًﺎ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‎ ‎ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ﺍﻟﻌﺮﺑﻲ، ﻭﺟﻌﻞ‎ ‎ﺍﻟﺴَّﺎﺑﻘﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺘﻜﻠِّﻤﻴﻦ ﺑﻪ،‏‎ ‎ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺳﺒﻴﻞ ﺇﻟﻰ ﺿﺒﻂ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ‏‎ ‎ﻭﻣﻌﺮﻓﺘﻪ ﺇﻻ ﺑﻀﺒﻂ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ، ﺻﺎﺭﺕ‎ ‎ﻣﻌﺮﻓﺘﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪِّﻳﻦ، ﻭﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻰ ﺇﻗﺎﻣﺔِ‏‎ ‎ﺷﻌﺎﺋﺮ ﺍﻟﺪﻳﻦ…

Allah Ta’ala menurunkan kitabnya berbahasa arab. Allah menunjuk Rasul-Nya untuk menyampaikan al-Quran dan sunah juga berbahasa arab. Allah juga menunjuk para sahabat yang pertama masuk Islam, mereka berbicara dengan bahasa arab. Sementara tidak ada cara untuk memahami agama ini dengan benar, selain dengan memahami bahasa arab. Untuk itu, mempelajari bahasa arab, bagian dari mengamalkan ajaran agama, dan jalan paling dekat untuk menegakkan syiar agama… (al-Iqtidha, 1/450)

Tidak Paham Bahasa Arab, Sebab Kesesatan

Ribuan aliran sesat, salah satu sebabnya, mereka menafsirkan al-Quran dan sunah, tanpa didukung kaidah bahasa yang benar. Ahmadiyah meyakini adanya nabi palsu, karena mereka memahami kata ‘Khatam an-nabiyin’ dengan cincin para nabi, dan bukan penghujung para nabi. LDII menilai sesat selain anggota kelompoknya, karena kata muttashil dalam periwayatan hadits, dibawa pada pembelajaran dan dakwah, yang itu tidak pada tempatnya. Mu’tazilah dan kelompok penerusnya menolak hadits ahad, karena salah paham dengan kata ‘dzan’. Dai MTA menghalalkan anjing, tikus, karena menelan ‘istisna’’ mentah-mentah.

Karena itu, benarlah apa yang disampaikan Imam Ayub as-Sikhtiyani –ulama tabiin– (w. 131 H),

ﻋﺎﻣﺔ ﻣﻦ ﺗﺰﻧﺪﻕ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﺮﺍﻕ‎ ‎ﻟﺠﻬﻠﻬﻢ ﺑﺎﻟﻌﺮﺑﻴﺔ

“Umumnya orang yang menyimpang mengikuti aliran sesat di kalangan penduduk Irak, karena mereka tidak paham bahasa arab.” (Khutbah al-Kitab, Abu Syamah, hlm. 63)

Keterangan lain disampaikan Imam Ibnu Syihab az-Zuhri –ulama tabiin, muridnya Abu Hurairah–,

ﺇﻧﻤﺎ ﺃﺧﻄﺄ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﺄﻭﻳﻞ‎ ‎ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻟﺠﻬﻠﻬﻢ ﺑﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺏ

Banyak masyarakat yang salah dalam mentakwilkan al-Quran, sebabnya adalah karena mereka tidak paham bahasa arab. (Khutbah al-Kitab, Abu Syamah, hlm. 63)

Hasan al-Bashri –ulama tabiin–,

ﺃﻫﻠﻜﺘﻬﻢ ﺍﻟﻌﺠﻤﺔ ﻳﺘﺄﻭﻟﻮﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻠﻰ‎ ‎ﻏﻴﺮ ﺗﺄﻭﻳﻠﻪ

Mereka sesat karena bahasa selain arab. Mereka mentakwil al-Quran, tidak sesuai takwil yang benar. (Syarh Mukhtashar ar-Raudhah, at-Thufi)

Cinta Ulama Terhadap Bahasa Arab

Kita akan simak, bagaimana syahwat para ulama terhadap bahasa arab. Kita lihat beberapa keterangan dari mereka,

Keterangan as-Sya’bi –ulama Tabiin, muridnya Usamah, Abu Hurairah –,

ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻛﺎﻟﻤﻠﺢِ ﻓﻲ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ﻻ‎ ‎ﻳُﺴﺘﻐﻨﻰ ﻋﻨﻪ

Nahwu dalam ilmu itu seperti garam dalam makanan. Selalu dibutuhkan. (Jami Bayan al-Ilmi, 2/325)

Keterangan Muhammad bin Hasan –gurunya Imam as-Syafii–,

ﺧﻠَّﻒ ﺃﺑﻲ ﺛﻼﺛﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﺩﺭﻫﻢ، ﻓﺄﻧﻔﻘﺖُ‏‎ ‎ﻧﺼﻔَﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺤﻮِ ﺑﺎﻟﺮﻱ، ﻭﺃﻧﻔﻘﺖُ ﺍﻟﺒﺎﻗﻲ‎ ‎ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻘﻪ

Ayahku meninggalkan warisan untukku 30.000 dirham (sekitar 12,75 kg emas). Separuhnya, saya gunakan untuk belajar nahwu di kota Roy. Sisanya saya gunakan untuk belajar Fiqh. (al-Ibar fi Khabar, 1/56)

Keterangan Abu Raihan al-Bairuni,

ﻷﻥْ ﺃُﺷﺘَﻢ ﺑﺎﻟﻌﺮﺑﻴﺔِ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺃُﻥ ﺃﻣﺪﺡَ‏‎ ‎ﺑﺎﻟﻔﺎﺭﺳﻴﺔ

“Saya dihina dengan bahasa arab, lebih baik dari pada saya dipuji pakai bahasa persi.”

Karena beliau merasa sangat senang bahasa arab terdengar di telinga beliau, sekalipun bentuknya kalimat celaan.

Imam as-Syafii dan Bahasa Arab

Ada banyak keterangan Imam as-Syafii terkait bahasa arab. Yang menunjukkan bagaimana beliau sangat mencintai bahasa arab. Kita simak beberapa keterangan beliau,

– Ilmu nahwu, kunci semua ilmu,

ﻣﻦ ﺗﺒَﺤَﺮَّ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺍﻫﺘﺪﻯ ﺇﻟﻰ ﻛﻞ‎ ‎ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ

“Siapa yang menguasai nahwu, dia dimudahkan untuk memahami seluruh ilmu.” (Syadzarat ad-Dzahab, hlm. 1/321)

– Jawaban fiqh dengan kaidah nahwu,

ﻻ ﺃُﺳﺄَﻝُ ﻋﻦ ﻣﺴﺄﻟﺔٍ ﻣﻦ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﻔﻘﻪِ‏‎ ‎ﺇﻻ ﺃﺟَﺒْﺖُ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﻦ ﻗﻮﺍﻋﺪِ ﺍﻟﻨﺤﻮ

“Tidaklah aku ditanya tentang satu permasalahan fikih, selain aku jawab dengan kaidah nahwu.” (Syadzarat ad-Dzahab, hlm. 1/321)

– Rajin belajar nahwu, agar bisa memahami fiqh,

ﻣﺎ ﺃﺭﺩﺕُ ﺑﻬﺎ-ﻳﻌﻨﻰ:ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ-ﺇﻻ ﺍﻻﺳﺘﻌﺎﻧﺔ‎ ‎ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻘﻪ

“Tidaklah aku serius mempelajari nahwu, selain karena aku gunakan untuk membantu mempelajari fikih.” (Siyar A’lam an-Nubala, 10/75)

Sudah saatnya kita mencintai bahasa arab, dan membuktikan cinta itu dengan mempelajarinya.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber: http://www.konsultasisyariah.com/mengapa-alquran-berbahasa-arab/

About Fadhl Ihsan

Silakan temukan saya di http://facebook.com/fadhl.ihsan

Posted on 19/08/2015, in Uncategorized. Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. Asalamaualaikum pak ustad saya mau bertanya bagaimana huhum seorang wanita yg hed nya lebih dari ,20 hari yg sedang di alami kaka saya dia jadi bingung ketuka mau salat dan saya kerja malam sering salat subuh diluar waktunya karna lelah dan sulit mengatur waktunya bagaimana pendapat pak ustad.?
    sebelum nya saya ucapkan terimaksih

  2. Waalaikumussalam warahmatullah

    Apabila wanita memiliki kebiasaan haid, misalkan 6 hari tiap bulan, maka ketika ia haid melebihi hari kebiasaannya, dianggap darah istihadhah. Ia tetap wajib shalat dan berwudhu setiap kali hendak shalat

    Anda pasang alarm atau minta orang-orang terdekat untuk membangunkan shalat Subuh atau jangan tidur larut malam

    Wabillahittaufiq

Tinggalkan komentar