Fatwa-fatwa bagi Orang Sakit yang Ada di Rumah Sakit dan Para Pekerja yang Ada di Sana (Bag. 1)

Pertanyaan Ke-8 : Staf Wanita yang Berpakaian Ketat

Sebagian staf wanita rumah sakit, baik itu dokter, perawat atau petugas kebersihan memakai pakaian yang ketat, membuka daerat dekat lehernya, tangannya dan betisnya, apakah hukum agama bagi semua hal ini?

Jawaban:

Wajib bagi para dokter wanita dan yang lainnya dari kalangan perawat, atau pekerja untuk bertakwa kepada Allah, dan memakai pakaian yang penuh dengan rasa malu juga tidak membentuk anggota badannya atau auratnya. Bahkan hendaknya pakaian itu sederhana saja, tidak terlalu lebar juga tidak terlalu sempit dan menutup semua yang wajib ditutupi menurut hukum agama, bisa menolak segala sebab fitnah. Hal ini berdasarkan dua ayat di atas yang diungkap di dalam pertanyaan ketujuh, dan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Wanita adalah aurat.”

Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Ada dua kelompok manusia dari penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; (mereka adalah) kaum lelaki dengan cambuk-cambuk seperti buntut sapi di tangannya, dengannya mereka memukul orang lain, dan kaum wanita yang berpakaian tapi telanjang, selalu melakukan kemaksiatan dan menampakkan kemaksiatannya kepada orang lain, kepala-kepala mereka bagaikan punuk unta yang dilenggak-lenggokkan, mereka tidak akan masuk ke dalam Surga dan tidak akan mendapatkan wanginya, padahal wanginya itu tercium dalam jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Ini merupakan ancaman yang sangat besar, adapun kaum pria yang membawa cambuk adalah orang-orang yang dipercaya untuk mengurus kepentingan orang lain, lalu mereka memukul-mukulnya tanpa hak, seperti polisi, tentara atau yang lainnya. Maka kewajiban mereka tidak boleh memukul manusia kecuali dengan cara yang dibenarkan. Adapun wanita yang berpakaian tapi telanjang adalah wanita yang berpakaian tetapi tidak menutupi auratnya karena pendek atau karena tipisnya pakaian. Mereka dikatakan berpakaian padahal sebenarnya mereka telanjang, seperti orang yang membuka kepalanya, dadanya, betisnya atau bagian badan yang lain. Semua ini pada hakekatnya termasuk dari telanjang.

Alhasil, kewajiban bagi setiap kita adalah bertakwa kepada Allah dan selalu meninggalkan perbuatan jelek seperti ini, dan hendaklah para wanita selalu tertutup dan jauh dari sebab-sebab fitnah di hadapan pria. Demikian pula hal itu disyariatkan di antara wanita, artinya seorang wanita memakai pakaian yang penuh dengan rasa malu di hadapan kaum wanita agar mereka menirunya. Sekali lagi kewajiban bagi seorang dokter pria maupun wanita, pria yang sedang sakit dan wanita yang sedang sakit adalah bertakwa kepada Allah. Tegasnya semuanya diwajibkan bertakwa, sebagaimana wajib atas semua dokter wanita dan perawat wanita bertakwa kepada Allah dengan selalu memakai pakaian yang penuh rasa malu, menutupi aurat dan jauh dari sebab-sebab fitnah. Dan hanya Allah-lah pemberi petunjuk menuju jalan yang lurus.

Pertanyaan Ke-9 : Pesawat Televisi di Kamar Pasien

Pada sebagian kamar pasien ada pesawat televisi, sebagian dari mereka menginginkannya dan sebagian lagi tidak menginginkannya karena merasa terganggu dengannya. Jika keadaannya demikian, maka apakah yang harus kami lakukan?

Jawaban:

Jija kasusnya seperti ini, tegasnya seseorang yang sedang sakit bersama dengan orang sakit lain yang tidak suka televisi, maka hendaknya televisi tidak diletakkan di kamar tersebut agar bisa menyatukan hati mereka dan menjaga fitnah. Dan jika semua menyukainya, maka hal itu tidak masalah dengan syarat mereka tidak menyaksikan kecuali sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, seperti menyaksikan bacaan Al-Qur’an dengan suara yang pelan, pelajaran dan lainnya yang bermanfaat bagi agama dan dunia mereka. Dan mengunci segala acara yang berdampak negatif, seperti lagu-lagu, hal-hal yang melalaikan dan yang lainnya. Adapun jika mereka meninggalkan semuanya, maka hal itu lebih hati-hati dan akan lebih baik, karena setiap orang lebih mengetahui kemaslahatan bagi dirinya masing-masing. Adapun memaksakan mereka dengan sesuatu yang terkadang berdampak negatif dan menyakiti bagi mereka, bahkan mengganggu tidur dan istirahat mereka, juga terkadang di antara mereka adalah orang bodoh yang tidak pernah peduli terhadap keadaan saudaranya yang sedang sakit, maka hal itu semua tidak diperbolehkan.

Seharusnya pada setiap orang ada sebuah kepercayaan yang dengannya dia bertakwa kepada Allah. Sehingga dia tidak akan menyetel televisi kecuali dengan acara yang bermanfaat bagi mereka dan mereka menginginkannya. Jika tidak, maka sebaiknya tidak menyetelnya sama sekali.

Pertanyaan Ke-10 : Ikhtilat dan Hukum Berobat dengan Musik

Apakah hukumnya resepsi perpisahan yang di dalamnya bercampur antara pria dan wanita? Dan apakah hukumnya berobat dengan menggunakan musik (seperti meditasi dengan musik, -penj.)?

Jawaban:

Resepsi bisa dilakukan dengan syarat, di antaranya tanpa bercampurnya pria dan wanita, seharusnya resepsi pria khusus untuk kaum pria dan resepsi wanita khusus untuk kaum wanita. Adapun bercampur antara lelaki dan wanita, maka sesungguhnya hal itu merupakan hal yang munkar dan perbuatan orang-orang jahiliyah. Hanya kepada Allah kita memohon perlindungan dari semua itu.

Berobat (terapi) dengan menggunakan musik sama sekali suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya, bahkan hal itu merupakan perbuatan orang-orang bodoh, karena sesungguhnya musik bukanlah obat akan tetapi dia adalah penyakit. Musik adalah salah satu alat yang melalaikan, dan semua alat-alat yang melalaikan merupakan penyakit bagi hati dan sebab penyelewengan akhlak. Adapun obat yang bermanfaat dan menenangkan hati orang yang sedang sakit adalah mendengarkan Al-Qur’an, nasihat-nasihat yang bermanfaat atau mendengarkan hadits Nabi. Sedangkan mendengarkan musik dan yang lainnya dari alat-alat musik, maka sesungguhnya ia merupakan hal yang bisa menjadikannya terbiasa dengan kebathilan dan menambah penyakit yang ia derita, juga menjadikannya kurang senang mendengarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan nasehat yang bermanfaat. Tidak ada daya dan upaya melainkan dari Allah semata.

Pertanyaan Ke-11 : Bolehkah Dokter Berfatwa?

Apakah jika seorang dokter memberikan fatwa kepada seseorang yang sedang sakit dengan fatwa apa saja, maka serta merta si sakit dapat mengambil fatwanya itu, atau ia mesti merujuk kepad seorang ulama di dalam masalah tersebut?

Jawaban:

Seseorang yang sakit seharusnya merujuk kepada para ulama terhadap apa yang dikatakan oleh seorang dokter di dalam masalah yang berhubungan dengan hukum agama. Karena kesewenangan seorang dokter adalah sesuatu yang ada pada ruang lingkup ilmunya, sedang ilmu agama ada ahlinya tersendir. Tegasnya seseorang yang sakit tidak selayaknya serta merta melaksanakan fatwa seorang dokter kecuali setelah merujuk kepada seorang ulama, baik dengan telepon atau mengutus seseorang untuk menanyakannya. Dan seorang dokter atau yang lainnya tidak dibenarkan berfatwa tanpa ilmu, seperti dia berkata, “Aku bertanya kepada seorang ulama, yaitu fulan tentang ini dan itu, dia menjawab begini dan begitu.” Hendaknya seorang dokter bertanya kepada seorang ulama di mana saja dia berada, dan di rumah sakit mana saja dia berada, atau di negara mana saja hendaknya ia bertanya kepada ulama yang berada di negerinya tentang masalah yang menimpa si sakit sehingga ia berfatwa dengannya. Kewajiban seorang dokter adalah bertanya dan bukan berfatwa tanpa ilmu, karena dia bukan seorang ahli di bidang ilmu agama. Hendaknya dia hanya melakukam penelitian sesuatu yang berhubungan dengan ilmu kedokteran kemudian dia memberikan nasehat dengannya.

Pertanyaan Ke-12 : Berduaan dengan Alasan Tugas

Saya adalah seorang perawat pria yang bekerja untuk merawat pasien pria, bersama saya seorang perawat wanita yang selalu bersamaan pada satu shif dengan saya setelah waktu resmi. Pekerjaan tersebut berlanjut sampai waktu Shubuh, bahkan terkadang kami berduaan dengannya, dan kami takut akan fitnah yang menimpa kami. Tetapi sayangnya kami tidak bisa merubah keadaan tersebut, maka apakah saya harus meninggalkan pekerjaan tersebut karena takut kepada Allah, padahal kami sama sekali tidak memiliki pekerjaan lain untuk mencari rizki? Apakah nasehat syaikh di dalam masalah ini?

Jawaban:

Tidak selayaknya bagi para penanggung jawab rumah sakit menempatkan seorang perawat pria dengan perawat wanita selamanya, mereka berdua bermalam untuk memperhatikan pasiennya, ini merupakan kesalahan dan kemunkaran yang sangat besar, bahkan dakwah menuju kekejian. Karena jika seorang pria berduaan dengan seorang wanita, maka dia tidak akan merasa aman dari syaitan yang akan merayu mereka berdua untuk melakukan kekejian atau segala macam jalan menujunya. Karena itulah diriwayatkan sebuah hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Janganlah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita, karena sesungguhnya syaitan adalah ketiganya.”

Maka pekerjaan seperti ini sama sekali tidak diperbolehkan, dan hendaknya kamu meninggalkan pekerjaan tersebut karena pekerjaan tersebut diharamkan dan mengantarkan pelakunya kepada perbuatan haram yang lainnya. Jika kamu meninggalkannya karena Allah, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikannya dengan yang lebih baik, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“… Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)

Dan firman-Nya di dalam ayat lain:

“… Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaaq: 4)

Demikian pula perawat wanita, hendaklah ia selalu berhati-hati akan hal itu, hendaknya ia mengundurkan diri jika apa yang diharapkannya tidak terwujud (tidak bersama perawat pria), karena masing-masing di antara kalian akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah Allah wajibkan atas kalian dan terhadap apa yang telah Allah larang atas kalian.

Pertanyaan Ke-13 : Berduaan dengan Perawat Wanita

Aku adalah seorang dokter pada ruang diagnosa, seorang perawat wanita menemaniku pada ruangan yang sama, kami sering mengobrol di dalam banyak masalah sehingga seorang pasien datang, maka apakah hukum agama bagi masalah ini?

Jawaban:

Hukum kasus ini adalah sama dengan hukum kasus sebelumnya, kamu tidak diperbolehkan berduaan dengan seorang wanita, tidak juga seorang perawat pria dengan seorang pasien wanita, atau seorang dokter dengan seorang perawat wanita, atau seorang dokter wanita, baik di ruangan diagnosa atau yang lainnya. Hal ini berdasarkan hadits yang telah saya jelaskan sebelumnya, dan karena hal tersebut akan berakibat kepada dosa lain kecuali orang yang diberikan kasih sayang oleh Allah. Demikian pula hendaknya pemeriksaan bagi pasien wanita dilakukan oleh seorang dokter wanita dan bagi pasien pria dilakukan oleh seorang dokter pria.

Pertanyaan Ke-14 : Tertinggal Shalat Akibat Pekerjaan

Seringkali saya tertinggal shalat sehingga menggabungkannya dengan shalat yang berikutnya. Hal itu karena kesibukan pekerjaanku mengobati pasien atau memeriksanya, demikian pula terkadang aku tertinggal shalat Jum’at karena melayani pasien, maka apakah pekerjaanku diperbolehkan?

Jawaban:

Seharusnya kamu melakukan shalat pada waktunya bukan mengakhirkannya sehingga keluar waktunya. Adapun shalat Jum’at, jika kamu seperti seorang penjaga atau yang lainnya, tegasnya orang yang tidak bisa melakukannya, maka kewajiban shalat Jum’at tersebut gugur dan kamu hanya diwajibkan melakukan shalat Zhuhur seperti orang yang sedang sakit atau yang semisalnya. Adapun shalat-shalat wajib lainnya, maka seharusnya kamu melakukan pada waktunya, dan tidak dibenarkan bagimu untuk menjama’nya dengan shalat yang lain.

Pertanyaan Ke-15 : Para Perawat yang Berdandan

Sebagian staf wanita rumah sakit menggunakan alat-alat kecantikan, terkadang hal itu dilakukan karena kebodohan mereka ketika melakukan pekerjaan?

Jawaban:

Jika mereka terlihat oleh kaum pria, maka hal itu tidak diperbolehkan. Adapun jika mereka berada di antara kaum wanita, maka hal itu tidak masalah. Dan wajib hukumnya bagi seorang wanita untuk menutup mukanya di hadapan kaum pria dengan menggunakan cadar atau yang semisalnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“… Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka…” (QS. Al-Ahzaab: 53)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam ayat lain:

“… Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka…” (QS. An-Nuur: 31)

Dan perhiasan itu mencakup muka, kepala, tangan, kaki, dan dada, semua ini adalah perhiasan.

Catatan kaki:

[1] Fatwa-fatwa ini disampaikan pada penutup ceramah Syaikh dengan judul “Beberapa kalimat untuk seorang dokter muslim” di rumah sakit an-Nuur Makkah pada bulan Rajab 1410 H.

[2] Maknanya adalah tidak akan ada penulisan dosa baginya.

Sumber: Panduan Shalat dan Bersuci bagi Orang Sakit Menurut Sunnah yang Shahih karya Syaikh DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani (penerjemah: Zaki Rakhmawan & Beni Sarbeni), penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Bogor. Cet. Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M, hal. 102-137. Catatan: Penambahan judul pada tiap pertanyaan adalah dari kami (admin blog).

Baca kelanjutannya…

About Fadhl Ihsan

Silakan temukan saya di http://facebook.com/fadhl.ihsan

Posted on 29/08/2010, in Uncategorized and tagged , , . Bookmark the permalink. 10 Komentar.

  1. Ping-balik: Fatwa-fatwa bagi Orang Sakit yang Ada di Rumah Sakit dan Para Pekerja yang Ada di Sana (Bag. 2) | JURNAL SALAFIYUN

  2. Ping-balik: CARA SHALAT PASIEN YANG AKAN DIOPERASI | Cara Tayammum Bagi Orang Sakit | Bagaimana Cara Wudhu Jika Anggota Wudhu Ada Luka atau Memakai Gips/Perban ? « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  3. Ping-balik: Inilah Cara Shalat dan Wudhu Pasien yang “BESER/NGOMPOLAN” (Inkontinensia Urine) « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  4. Ping-balik: BOLEHKAH PERAWAT WANITA MELAYANI PASIEN PRIA ? | Hukum Bersalaman dengan Dokter/Perawat Lawan Jenis | Hukum Berduaan dengan Alasan Shift Jaga Pasien « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  5. Ping-balik: SAHKAH SHOLAT DENGAN PAKAIAN TERKENA BERCAK DARAH ? | Ternyata Darah Tidaklah Najis | Batalkah Wudhu’ Disebabkan Keluarnya Darah ? « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  6. Ping-balik: Inilah Hukum Menggunakan Terapi Alat Musik Klasik Untuk Kesehatan Bayi, Ibu Hamil serta Pasen Autis, Stroke, Depresi, dll « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  7. Ping-balik: BOLEHKAH DOKTER BERFATWA ? | Hukum Mendakwahi Pasien Narkoba| Hukum Taubatnya Pasien Penyakit HIV-AIDS (ODHA) « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  8. Ping-balik: Hukum Tertinggal Sholat Karena Sibuk Mengobati Pasien | Hukum Tidak Masuk Kerja Dengan Berpura-pura Sakit, dll « ‎ ‎طبيب الطب النبوي | Dokter Pengobatan Nabawi |

  9. Ping-balik: Inilah Cara Shalat dan Wudhu Pasien yang “BESER/NGOMPOLAN” (Inkontinensia Urine) « iqro' bismi robbikalladzi kholaq

  10. Ping-balik: Fatwa Ulama Tentang Meninggalkan Sholat Karena Pekerjaan dan Meninggalkan Tugas Tanpa Alasan | RUANG BELAJAR ABU RAMIZA

Tinggalkan komentar