Hukum Memakan Binatang yang Hidup Di Dua Alam

Tanya : Assalamu’alaykum. Ana ingin bertanya apa hukum makan kepiting?

Jawab :

Karena seringnya masalah ini dipertanyakan, maka mungkin ada baiknya jika kami menjawab dengan jawaban yang lebih umum, maka kami katakan: Hewan air terbagi menjadi dua:

a. Hewan yang murni hidup di air, yang jika dia keluar darinya, maka dia akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.

b. Hewan yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting.

Lihat pembagian ini dalam Tafsir Al-Qurthuby (6/318) dan Al-Majmu’ (9/31-32).

Hukum hewan air bentuk yang pertama, -menurut pendapat yang paling kuat- adalah halal untuk dimakan secara mutlak. Ini adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan keumuman dalil dalam masalah ini, di antaranya adalah firman Allah -Ta’ala-:

“Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al-Ma`idah: 96)

Adapun bangkainya maka ada rincian dalam hukumnya:

a. Jika dia mati dengan sebab yang jelas, misalnya: terkena lemparan batu, disetrum, dipukul, atau karena air surut, maka hukumnya adalah halal berdasarkan kesepakatan para ulama. Lihat Al-Mughny ma’a Asy-Syarhul Kabir (11/195).

b. Jika dia mati tanpa sebab yang jelas, hanya tiba-tiba diketemukan mengapung di atas air, maka dalam hukumnya ada perselisihan. Yang kuat adalah pendapat jumhur dari kalangan Imam Empat kecuali Imam Malik, mereka menyatakan bahwa hukumnya tetap halal. Mereka berdalilkan dengan keumuman sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:

“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Imam Al-Bukhary). Lihat At-Talkhish (1/9) [Al-Bidayah (1/345), Asy-Syarhul Kabir (2/115), Mughniyul Muhtaj (4/291), dan Al-Majmu’ (9/32,33), Al-Mughny ma’a Asy-Syarhul Kabir (11/84,195)]

Adapun bentuk yang kedua dari hewan air, yaitu hewan yang hidup di dua alam. Pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh hewan yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Mereka berdalilkan dengan keumuman ayat dan hadits di atas. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya. Yaitu: Hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata:

“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang membunuh shurod [1], kodok, semut, dan hud-hud.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih)

Sisi pendalilannya, bahwa semua hewan yang haram dibunuh maka memakannya pun haram. Karena tidak mungkin seekor binatang bisa dimakan kecuali setelah dibunuh. Lihat Al-Majmu’ (9/32-33).

Wallahu A’lam bis Showab.

(Dijawab oleh Ust. Hammad Abu Mu’awiyah)

Tambahan:

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah ditanya: Apa hukum memakan kepiting dan hewan-hewan yang hidup di darat dan di laut?

Maka beliau menjawab: Binatang yang dapat hidup di daratan dan di lautan (dimana) lebih dominan hidupnya di darat, maka harus disembelih jika termasuk hewan yang halal dengan cara disembelih. [2]

_______________
[1] Shurod adalah sejenis burung yang hidup di jazirah arab.

[2] Diambil dari Majalah An-Nashihah vol. 14 th. 1429 H / 2008 M, hal. 6-7.

Sumber: http://almakassari.com/tanya-jawab/hukum-makan-kepiting-dan-yang-hidup-di-2-alam.html

About Fadhl Ihsan

Silakan temukan saya di http://facebook.com/fadhl.ihsan

Posted on 12/02/2010, in Uncategorized and tagged , . Bookmark the permalink. 6 Komentar.

  1. bagaimana jika hukum memakan lebah

  2. Rakanta Rifky

    kepiting itu bukan hewan yang hidup di dua alam mas…kepiting lebih dominan di air….tapi meskipun bisa di darat jika di darat terus2an dia juga bisa mati….

    jika buaya kan jelas buaya pemakan daging dan bertaring…zzzzzzzzzzz

  3. Rakanta Rifky

    satu lagi…kepiting itu alat bernafasnya dengan insang….bukan seperti katak yang menggunakan paru2 dan kulit…..jadi katak yang memang amfibi….jangan asal copy paste blog om…logika saja tidak cukup,pengetahuan saja juga tidak cukup,..jadi keduanya perlu diseimbangkan..terima kasih

Tinggalkan Balasan ke Ghina Nafsah Muthmainnah Batalkan balasan