Bid’ah-bid’ah Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Sebagian mereka berpikiran: Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?

Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا‎ ‎إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.” [1]

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. [2]

Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.

Berikut adalah beberapa amalan keliru dalam menyambut awal tahun Hijriyah:

• Do’a Awal dan Akhir Tahun

Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.

Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan. [3]

• Puasa Awal dan Akhir Tahun

Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini,

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي‎ ‎الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ‏‎ ‎المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ‏‎ ‎السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ،‏‎ ‎وَافْتَتَحَ السَّنَةُ‏‎ ‎المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ‏‎ ‎اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ‏‎ ‎سَنَةً

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas?

1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.

2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatakan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.

3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. [4]

Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.

• Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah

Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ‏‎ ‎مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [5]

Penutup

Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.

Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا‎ ‎أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ‏‎ ‎كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ‏‎ ‎شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.” [6]

Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.” [7]

Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Catatan kaki:

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tafsir surat Al Ahqof: 11, 7/278-279, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.

[2] Idem.

[3] Lihat Majalah Qiblati edisi 4/III.

[4] Hasil penelusuran di http://dorar.net

[5] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.

[6] HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi.

[7] Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi.

(Diambil dari Kekeliruan dalam Menyambut Awal Tahun Baru Hijriyyah, penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST)

About Fadhl Ihsan

Silakan temukan saya di http://facebook.com/fadhl.ihsan

Posted on 06/12/2010, in Uncategorized and tagged , , , , . Bookmark the permalink. 6 Komentar.

  1. masak org ibadah dan berdoa dikatakan seesat??????

    • Buat ichwan :
      Sesat?? Bukannya yg beribadah tanpa tuntunan rasulullah itu yg sesat seperti orang2 khawarij?? Saya sependapat koq dengan artikel diatas…

    • pak ichwan, coba deh cermat dikit baca tulisannya..coba di baca lagi, yang di bilang bidah itu adalah doa awal n akhir tahun yang khusus. ada waktunya dan sudah ada bacaan doannya. justru ibadah yang tidak ada zaman nabi dulu itu adalah bidah namanya.

      simplenya bacaan gini pernah keluar gak waktu dulu zaman Nabi? orang Islam gak bisa ibadah se enak jidat, sudah ada keketapan waktu,cara dan bacaannya. diluar itu bidah, tidak usah di ingkarin lagi.

      kalau memang berdoa tidak ada khusus”an dan special seperti ini, doa bebas aja.

  2. Klo bidah itu apa apa yg diajari oleh rasul dan sahabatnya waktu dulu..
    Berarti hidup kita di sekarang ini bid’ah semuanya dong yaahh..
    Karena banyak yg tidak sesuai dngn rasul.. dan sahabat sahabatnya.

    Klo ibadah itu baik kenapa tidak dilakukan..
    Daripada diam saja lebih baik berdoa dan berpuasa mas..

    Maaf.. saya yg tak banyak tau hadist
    Terima kasih

  3. Saya sependapat dgn artikel ini,krna menrut guru saya yg mengkaji ilmu hadits skrg ini masyarakat tlh terbiasa dgn kebiasaan orgtua. Bahkan hal yg tdk ada dalilnya seakan dianggap wajib,seperti halnya kemarin bertepatan dgn nisfu sya’ban dan gerhana bulan,byk yg menjalankan solat nisfu dibanding solat gerhana yg mendekati wajib.
    Syukron.

Tinggalkan komentar