Hukum Menyewakan dan Meminjam Rahim

Ini adalah kemajuan ilmu kedokteran saat ini. Yang dimaksud meminjam rahim adalah wanita yang sulit hamil karena rahimnya lemah atau bermasalah. Sel telurnya di ambil kemudian difertilisasi (digabung) dengan sel sperma suaminya kemudian di tanam di rahim wanita lain. Kemudian berkembang di rahim wanita tersebut dan ketika lahir akan menjadi “anak” mereka berdua yang mempunyai sel telurnya dan sel spermanya.

Bagaimana hukum Islam dalam hal ini? Jawabannya adalah HARAM. Berikut beberapa fatwa ulama mengenai hal ini:

1. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah

ﻭﺑﻌﺪ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﻟﻼﺳﺘﻔﺘﺎﺀ ﺃﺟﺎﺑﺖ‎ ‎ﺑﺄﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻸﻡ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﺒﺮﻉ ﻻﺑﻨﺘﻬﺎ‎ ‎ﺑﺮﺣﻤﻬﺎ؛ ﻟﻤﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﻣﺤﺎﺫﻳﺮ‎ ‎ﺷﺮﻋﻴﺔ

Setelah Al-Lajnah mempelajari (prosedur meminjam rahim), maka Al-Lajnah memutuskan bahwasanya tidak boleh (haram) bagi ibu tersebut meminjamkan rahimnya kepada anak perempuannya. Karena akan muncul kerusakan dalam syariat. [1]

2. Fatwa Profesor Abdullah Al-Jibrin rahimahullah

ﻧﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﻫﺬﺍ ﺷﻲﺀ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻭﻣﻨﻜﺮ ﻭﻟﻢ‎ ‎ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺳﺎﺑﻘﺎً ﻭﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮ ﻋﻦ‎ ‎ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻷﻣﺔ ﻭﺃﺋﻤﺘﻬﺎ ﺃﻧﻪ ﺃﺟﺎﺯ …،‏‎ ‎ﺣﻴﺚ ﺯﻳﻦ ﻟﺒﻌﺾ ﻫﺆﻻﺀ ﺗﺄﺟﻴﺮ ﺍﻷﺭﺣﺎﻡ‎ ‎ﻭﻗﺎﻟﻮﺍ ﺇﻧﻪ ﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻨﻪ ﻭﺃﻥ ﻓﻴﻪ ﻭﺃﻥ ﻓﻴﻪ‎ ‎‏… ﻭﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﺤﺮﻡ ﺃﻭﻻً ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪ‎ ‎ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻣﺮ ﺑﺤﻔﻆ ﺍﻟﻔﺮﻭﺝ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‎ ‎ﺗﻌﺎﻟﻰ : ) ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﻫﻢ ﻟﻔﺮﻭﺟﻬﻢ‎ ‎ﺣﺎﻓﻈﻮﻥ ﺇﻻ ﻋﻠﻰ ﺃﺯﻭﺍﺟﻬﻢ ﺃﻭ ﻣﺎ ﻣﻠﻜﺖ‎ ‎ﺃﻳﻤﺎﻧﻬﻢ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻏﻴﺮ ﻣﻠﻮﻣﻴﻦ (‏‎ ‎ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻮﻥ6-5/

“Kita katakan ini adalah sesuatu yang baru dan mungkar, tidak ada ulama sebelumnya yang berbicara mengenai hal ini dan tidak disebut oleh ulama dan imam-imam orang Islam bahwa hal ini boleh… sebagian dari mereka menghias-hiasi (mencari-cari alasan membolehkan) mereka berkata, ‘tidak ada larangan dalam hal ini karena ini dan karena itu.’ Tidak diragukan lagi bahwa hal ini HARAM alasan yang pertama adalah karena perintah Allah Ta’ala agar menjaga kemaluan sebagaimana firman Ta’ala,

“ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢْ ﻟِﻔُﺮُﻭﺟِﻬِﻢْ ﺣَﺎﻓِﻈُﻮﻥَ ﺇِﻟَّﺎ‎ ‎ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻬِﻢْ ﺃﻭْ ﻣَﺎ ﻣَﻠَﻜَﺖْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧُﻬُﻢْ‏‎ ‎ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻢْ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﻠُﻮﻣِﻴﻦَ

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Al-Mukminun: 5-6) [2]

3. Fatwa Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah (Lembaga Riset dan Fatwa al-Azhar)

ﺃﻣﺎ ﺍﺳﺘﺌﺠﺎﺭ ﺍﻷﺭﺣﺎﻡ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﺤﺮﻡ ﻭﻣﻤﻨﻮﻉ‎ ‎ﺷﺮﻋًﺎ، ﻭﻗﺪ ﺻﺪﺭ ﻗﺮﺍﺭ ﻣﺠﻤﻊ ﺍﻟﺒﺤﻮﺙ‎ ‎ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﺭﻗﻢ ″1“ ﺑﺠﻠﺴﺘﻪ ﺑﺘﺎﺭﻳﺦ
2001‏ /3 /29ﻡ ﺑﺘﺤﺮﻳﻢ ﺗﺄﺟﻴﺮ ﺍﻷﺭﺣﺎﻡ،‏‎ ‎ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻭﻥ ﻋﻠﻰ‎ ‎ﺣﺮﻣﺔ ﺫﻟﻚ ﺣﻴﺚ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﻟﺠﺰﻡ ﻣﻊ‎ ‎ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﻄﺮﻑ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺑﺘﺤﺪﻳﺪ ﺍﻷﻡ‎ ‎ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﻴﺔ ﻟﻬﺬﺍ ﺍﻟﻄﻔﻞ: ﻓﻬﻞ ﺍﻷﺣﻖ ﺑﻪ‎ ‎ﺻﺎﺣﺒﺔ ﺍﻟﺒﻮﻳﻀﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺨﻠﻖ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﻄﻔﻞ‎ ‎ﻭﺣﻤﻞ ﻛﻞ ﺧﺼﺎﺋﺼﻬﺎ ﺍﻟﻮﺭﺍﺛﻴﺔ، ﺃﻭ ﺍﻷﺣﻖ‎ ‎ﺑﻪ ﺍﻷﻡ ﺍﻟﺤﺎﺿﻨﺔ ﺻﺎﺣﺒﺔ ﺍﻟﺮﺣﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻢ‎ ‎ﻓﻴﻪ ﻧﻤﻮﻩ ﻭﺗﻄﻮﺭﻩ ﻭﺗﺒﺪﻟﻪ ﺣﺘﻰ ﺻﺎﺭ‎ ‎ﺟﻨﻴﻨًﺎ ﻣﻜﺘﻤﻠًﺎ؟ ﻭﻣﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ‎ ‎ﺧﻠﻞ ﻭﺗﻨﺎﺯﻉ ﻛﺒﻴﺮﻳﻦ ﻭﻫﻮ ﺧﻼﻑ ﻣﺮﺍﺩ‎ ‎ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻣﻦ ﺍﻧﻀﺒﺎﻁ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﻭﺍﺳﺘﻘﺮﺍﺭ‎ ‎ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ﻭﺭﻓﻊ ﺍﻟﺘﻨﺎﺯﻉ ﺃﻭ ﺣﺼﺮﻩ ﻗﺪﺭ‎ ‎ﺍﻹﻣﻜﺎﻥ

Adapun menyewakan rahim maka hukumnya HARAM secara syariat. Fatwa Majma’ al-Buhuts Al-Islamiyyah telah mengeluarkan keputusan nomor 1 tanggal 29 Maret 2001 yang mengharamkan penyewaan rahim. Para ulama fikih kontemporer pun sepakat mengenai keharamannya. Salah satu alasannya adalah karena tidak dapat dipastikan siapa ibu yang sebenarnya bagi bayi itu disebabkan terdapat pihak ketiga (pemilik rahim yang disewa). Sehingga timbul kerancuan tentang siapakah yang lebih berhak menjadi ibu bayi itu, apakah wanita pemilik sel telur yang darinya tercipta janin itu dan yang membawa seluruh sifat genitasnya, ataukah wanita yang di dalam rahimnya seluruh proses perkembangan bayi itu berlangsung hingga menjadi sosok yang sempurna?

Adanya perselisihan dan perdebatan yang besar seperti ini bertentangan dengan tujuan dan maksud syariat Islam berupa menciptakan kestabilan, ketentraman dan menghilangkan pertikaian atau membatasinya pada skala sekecil mungkin. [3]

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Catatan kaki:
[1] Fatwa no. 21192, syamilah.

[2] Sumber: http://islamqa.info/ar/ref/22126

[3] Sumber: http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=429

Sumber: http://muslimafiyah.com/hukum-menyewakan-dan-meminjam-rahim.html

About Fadhl Ihsan

Silakan temukan saya di http://facebook.com/fadhl.ihsan

Posted on 29/12/2014, in Uncategorized. Bookmark the permalink. 1 Komentar.

  1. Bagaimana hukumnya jika sperma seorang suami dan telur istri pertamanya yg sdh disatukan kemudian ditanamkan ke istri keduanya?

Tinggalkan komentar